MARLUGA.COM - Ada sebuah kisah inspiratif dari seorang mantan aktivis Universitas Gadjah Mada (UGM) yang dahulu terkenal kritis dan berani menyuarakan perubahan di masa kuliah, yang kini memilih mengabdi sebagai perwira TNI. Meskipun sudah menanggalkan jas almamater dan beralih ke seragam militer, semangat perjuangan yang ia bawa dari kampus tetap membara. Lebih dari itu, sampai sekarang ini, ia juga tetap menulis, dan pemikirannya sering dimuat diberbagai media nasional yang terkenal. Tulisan opini nya menjadi sarana efektif dalam menjembatani dikotomi pemikiran sipil dan militer yang dahulu sering "bersinggungan".
Saat masih kuliah, ia adalah salah satu sosok yang disegani di Senat Mahasiswa UGM diantara beberapa tokoh aktivis mahasiswa jogja lainnya. Sikapnya yang kritis terhadap kebijakan yang ia anggap tidak berpihak pada rakyat membuat namanya dikenal luas. Sebagai anak rantau yang berasal dari Pematang Siantar, tempat kelahiran Wakil Presiden Adam Malik, (yang terkenal dengan julukan si Bung dari Siantar), Ia sering kali terlibat dalam diskusi-diskusi sengit, baik di ruang rapat kampus maupun di ruang publik, menyuarakan isu-isu sosial, hak asasi, hingga kebijakan pertahanan negara. Dari kancah diskusi inilah yang turut mengasah kemampuannya dalam menulis opini di media masa. Tulisannya sudah berseliweran sejak mahasiswa. Termasuk "kasus" yang langka pada saat itu bila tulisan oknum yang masih berstatus mahasiswa sudah dimuat diharian Kompas.
Namun, siapa sangka, setelah lulus, ia memilih jalur yang berbeda dengan jalur pilihan pengabdian idealisme rekan-rekan aktivis 90 an lainnya; ia memutuskan untuk terjun ke dunia militer.
Keputusan ini tentu tidak mudah. Banyak teman seperjuangannya yang bertanya-tanya, bahkan meragukan pilihan tersebut. Namun, bagi dirinya, menjadi perwira TNI bukan berarti menanggalkan idealisme. Justru sebaliknya, ia melihat kesempatan untuk mewujudkan perubahan nyata dari dalam sistem. “TNI bukan sekadar alat pertahanan untuk berperang, tapi juga jalan membangun dan mencerdaskan bangsa,” begitu ujarnya suatu kali dalam sebuah wawancara.
Di tengah kesibukan tugas pengabdiannya yang sangat padat sebagai perwira, bila menemukan solusi terhadap permasalahan yang membutuhkan pemikiran out of the box, biasanya ia (sengaja) meluangkan waktu merumuskan ide nya melalui tulisan opini di berbagai media massa. Dalam beberapa artikelnya, ia berbicara tentang pentingnya persatuan bangsa, mencegah radikalisme, menjaga ideologi Pancasila, modernisasi TNI, profesionalisme prajurit, hingga pentingnya TNI bisa menjadi pelindung yang berwibawa sekaligus bersahabat bagi masyarakat.
Tulisan-tulisan opini tersebut mengundang perhatian. Banyak yang terinspirasi dengan semangatnya menjaga idealisme aktivis meskipun kini berada di bawah struktur militer yang dikenal disiplin dan kaku. Ia berhasil memperlihatkan bahwa perwira TNI pun bisa berpikir kritis dan menyuarakan pendapat demi kebaikan bangsa, tanpa harus mengorbankan loyalitas atau kedisiplinan.
Menjadi perwira TNI dan tetap juga menjadi penulis bagi seorang mantan aktivis UGM ini bukan sekadar tentang karier, tetapi panggilan hidup. Melalui tulisan opini tersebut, ia ingin membuktikan bahwa perwira TNI bisa menjadi bagian penting dari demokrasi yang sehat, menjadi pelindung sekaligus pelayan rakyat yang sejati. Dengan pena di satu tangan dan kewajiban sebagai perwira di tangan lain, ia terus menginspirasi, menghubungkan dua dunia yang tampak berbeda, tetapi sebenarnya sama-sama mengabdi untuk Indonesia yang lebih baik. Namun ia menegaskan bahwa tulisan opini seorang perwira harus juga sejalan dengan peraturan yang berlaku di TNI, bahwa TNI tidak berpolitik, Politik TNI adalah politik negara. Karena itu ia selalu menghindari diskusi politik praktis pada setiap tulisan opininya.
Kisah Kolonel Sembiring ini adalah bukti bahwa mantan aktivis pun bisa menjadi perwira TNI yang tetap berwawasan luas dan kritis. Menjaga idealisme perjuangan dari dalam struktur militer adalah bentuk dedikasi yang unik, menginspirasi bahwa, di mana pun kita berada, kita tetap selalu bisa berjuang untuk kebaikan bangsa dengan berbagai talenta.
Demi Merah Putih bung, demikian pungkasnya menutup wawancara ditengah gemericik hujan jakarta sore itu. (Red)